Hari masih pagi ketika puluhan artlover dari Australia Indonesia Art Forum (AIAF) sampai ke studio rupa milik Soni Irawan di kawasan Tirtonimolo, Kasihan, Kamis (27/6/2024). Dikomandoi Konfir Kabo, sosok yang kerap mendukung hubungan antara seniman Indonesia dan Australia dalam beberapa tahun terakhir dan John Cruthes, Director 16albermale Project Space, puluhan artlover dari Thailand dan Australia itu kagum dengan karya yang dipajang di dinding studio dan koleksi Soni Irawan lainnya.
Empat perupa menarik perhatian AIAF. Mereka tidak sekadar melihat-lihat tetapi juga berbincang langsung mengenai motif, makna, sampai teknis penggarapan karya dengan perupa. Karya Begog Oner sudah memancing perhatian sejak awal. Judul karya dengan diameter 50 sentimeter itu menggunakan titik koordinat meridian: 7°46’23.8″S 110°22’32.5″E.
Penempatan karya Begog juga nyeleneh, memanfaatkan ruang di lekuk sudut tembok studio bagian atas serupa cermin cembung di pengkolan jalan sekunder di Yogyakarta. Objek bangunan tak terurus dengan teks tebal ‘JOY’ dalam media acrylic on canvas itu manifestasi dari tafsir mengenai eksistensi kehidupan.
“Tentang menghidupi ruang yang dianggap mati dengan apa yang kita punya sehingga nantinya mampu melahirkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan, didiskusikan,” kata Begog di depan puluhan artlover.

Lalu ada pula ‘Broken Needle Stop to Replace’, karya Yusuf Novantoro. Sama seperti karya-karya perupa yang kerap pameran di Hong Kong dan sejumlah negara Asia lainnya ini, Gharux, sapaan akrabnya, masih menjelajahi kemungkinan lewat objek mesin jahit. Hanya saja, dalam karyanya ini tambahan elemen jarum, benang, dan teks menghadirkan sensasi melankolia lembut.
“Karena mesin jahit sangat personal buat saya. Sejak kecil hidup bersama suara dan kerja mesin jahit yang dioperasikan ibu sehingga benda itu sudah menyatu dalam tubuh saya,” beber Gharux.
Karya foto dan rupa Nanindra Danish Permata Unguku mengajak berdialog. Memporak-porandakan definisi tentang sepi dan sunyi di tengah bising dan kendara orang-orang yang memburu waktu. Semacam propaganda yang menggiring kalam pikir untuk menentukan keberpihakkan.
Danish juga menceritakan sudut pandangnya dalam karya foto berjudul ‘Working Feet’ itu di depan artlover dari AIAF. Menurut Danish, ia ingin orang-orang melihat kuda-kuda ini seperti dirinya melihatnya setiap hari. Ruang bersama di Malioboro diciptakan untuk manusia, bukan untuk hewan. Hewan, terutama kuda, seharusnya hidup di hutan.
“Entah mereka harus bekerja di padang savana atau di padang rumput yang luas, aspal bukanlah tempat mereka menginjakkan kaki. Mereka seharusnya hanya membawa hasil panen,” ceritanya.
Terakhir, instalasi Soni Irawan yang kembali mengedepankan gitar; ‘The Burning Soul’: Mencoba Menyelamatkan Semangat yang Hampir Mati dan Terbuang’. Diperkaya eksplorasi yang menjelajahi berbagai bentuk dari kayu bekas pohon yang ditebang di studio lama. Ia memposisikan kayu itu sebagai pengingat bahwa kayu pernah menjadi makhluk hidup. Katryanya dipajang lekat dengan citra ganjil sehingga imaji atas kegelisahan dan chaos menjadi lebih menonjol. “Dan suara yang dihasilkan sebagai representasi suara tangisan ‘pohon’ yang ditebang.
Leave a Reply