DPMB dan Serigala Malam adalah kapal perang sekaligus bisnis yang penting di dunia musik Indonesia. “Re-Attitude” sempat membajak perhatian satu dekade lalu ketika masuk menjadi 20 album terbaik versi majalah Rolling Stone—salah satu majalah musik penting masa itu.
Yang pokok bukan masuknya DPMB ke 20 album terbaik. Itu perkara lain. Sebab, yang pokok adalah album mereka menjadi bukti bahwa old school hiphop belum tandas. Gagal ditumpas sekalipun jersey club, trap modern, dan turunannya mulai mengokupansi linimasa. Setelah itu adalah sejarah. Makin banyak unit yang tak malu-mau mainin boombap (lagi).
Serigala Malam punya tekad yang nekat dalam “Bloodlines” yang rilis 2023. Mereka bicara perubahan musik (internal) dalam sensasi format fisik dalam album yang turut dirilis digital. Dua sisi. Side A dan B punya daya pikat berbeda dijembatani satu trek pengantar yang memberi tahu setiap perubahan itu.
Dengan kata lain, DPMB dan Serigala Malam selalu punya konsep kuat dan menyelipkan narasi dalam melontarkan produk, terutama album. Dan setelah berkolaborasi lewat sekian single, DPMB dan Serigala Malam akhirnya merilis album penuh 14 Agustus 2025 lalu.
“Ghettocore” adalah album yang menyimpan daya ledak tinggi. Detonatornya ‘Minggir’. Trek pertama serupa gelombang kejut yang memberi tahu banyak hal. Bahwa ‘bom waktu’ yang ditatah Serigala Malam dan DPMB ini bukan album split melainkan sebenar-benarnya kolaborasi. Sehingga, ‘GhettoCore” terdengar seperti album dari entitas baru.
Album ini tidak hanya menghasilkan inovasi suara yang unik. Persilangan energi, agresivitas metal dengan ritme dan gaya vokal hip hop ditakar dengan baik. Tidak kurang tidak lebih. Sehingga, pendengar dibuat mudah mengerti akan semburan kemarahan mereka sebar dalam elemen, aransemen, dan vokal yang dijahit Hamzah Kusbiyanto itu.
Album ini tidak hanya menyajikan bagaimana Serigala Malam dan DPMB mampu menatah hiphop dan hardcore tanpa tumpang tidih. Mereka menjelajah ke banyak area. Simak ‘Bone Breaker’ dengan gaya Christal Method dan Massive Attack awal 2000an yang kental diikuti ‘The Skit’ yang memberi napas sebelum telinga dihantam ‘Boyz In Da Hood’ ditutup ‘Ga Brenti’.
Buat saya, “Ghettocore” tidak hanya asyik didengar dan dikoleksi. Tidak hanya menjadi album pembuktian kedua entitas. Saya yakin album ini akan membidani kolaborasi-kolaborasi serupa ke depannya di lingkar terdekat sampai terjauh mereka.
Congrats!!
Leave a Reply