Penampilan Magis B.U.K.T.U di Artjog 2025, Mantra Apa yang Mereka Rapal?
Foto: Bintang Fajar

Penampilan Magis B.U.K.T.U di Artjog 2025, Mantra Apa yang Mereka Rapal?

Respon Ghulam atas penampilan B.U.K.T.U di Artjog 2025

Respon Ghulam atas penampilan B.U.K.T.U di Artjog 2025

Malam itu 1 Agustus 2025. Gue berangkat ke Artjog 2025, nonton BUKTU untuk pertama kalinya sepulang kerja lengkap dengan batik gue karena Jum’at. Gue lumayan penasaran sama band ini karena banyak dibicarakan dan juga direkomendasikan teman lama yang seorang seniman hip hop Kabupaten.

Setelah gue kulik, gue cukup terkejut karena band ini diisi oleh orang yang gue kenal sebelumnya lewat karya mereka yang lain. Sebelum gue mengenal BUKTU, gue terlebih dahulu ngereview dua band lain milik ketiga gitarisnya. Pertama, review album ‘Flying Colors’ dari Sandtorm of Youth, bandnya Mas Dhandy. Gue suka menyebutnya sebagai album psychedelic reggae. Kedua, review album ‘Sobhan’ dari Koen The Guitar Band, milik mas Teguh Jos dan Aryo Bhaskoro. Sebuah album instrumental jazz yang megah sesuai judul albumnya.

Tentu gue datang tanpa ekspektasi apa pun karena gue penasaran banget versi live mereka kayak gimana. Hanya bermodal mendengar sedikit materi-materi mereka dan cerita seorang teman, gue meyakinkan diri untuk nonton. Dan tentu rasa penasaran melihat bagaimana versi tiga gitaris tadi ketika bermain post-rock.

Foto: Bintang Fajar

Malam itu jadi malam yang magis. Seketika vibe gigs berubah ketika mas Bodhi (vokalis) mempersilakan penonton maju merapat ke panggung Performa Stage Artjog. Gue gak melewatkan kesempatan itu dengan hadir di tengah kerumunan penonton. Posisi gue cukup strategis, tepat di depan floor monitor Dhandy yang mengambil sisi kanan panggung.

Agak kaget ketika tiba-tiba ada performance artist yang naik ke atas panggung lengkap dengan kostum nyentrik. Jujur gue gak lihat detail poster kalau mereka akan berkolaborasi dengan performance art dari The Freakshow. Karena gue datang hanya dengan rasa penasaran akan BUKTU bagaimana. Penampilan Byakta Babam (The Freakshow) menambah kemagisan panggung.

Setiap gerakannya menebalkan emosi dan makna dari puisi-puisi yang dibacakan Bodhi. Ada satu momen di mana akhirnya gue ikut terlibat dalam performance art itu. Gue dikasih setumpuk tanah di atas tangan untuk “menguburkan” jasad salah satu dari dua performance artist itu.

Malam itu sebetulnya gue ada di antara perasaan kagum dan bingung. Kagum dengan penampilan para artist, dan bingung dengan reaksi para penonton. Apakah jenis penonton BUKTU seperti ini semua? Kasih gue pencerahan! Spektrum penonton malam itu sangat beragam. Mereka menyukai dan menikmati karya BUKTU dengan caranya masing-masing.

Foto: Bintang Fajar

Ada yang berdansa dengan riang, ada yang tenang khusyuk mendengarkan kayak gue, ada yang menangis. Iya, seorang perempuan di depan gue menangis. Campuran emosi apa yang terjadi saat itu? Bagaimana bisa BUKTU melahirkan respon emosi yang beragam? Sihir apa yang mereka rapalkan malam itu?

Dari sini gue menyadari satu hal, bahwa BUKTU memang magis. Mereka bukan sekedar sekumpulan musisi, tapi sekumpulan penyihir. Rapalan narasi puitis dari Bodhi berhasil memantik tetesan air mata. Sayatan gitar dari Dhandy, Teguh, Aryo dan Adhie buat beberapa orang merenung dalam hening. Gebukan drum Yusak Nugroho bikin orang berdansa dengan riang seakan meneriakkan segala emosi yang terpendam lama. Semua orang tersihir.

Malam 1 Agustus di Artjog 2025 ditutup dengan perasaan yang beragam dan memuncak. Gue pulang dengan rasa kagum dan bingung, apa yang baru saja gue saksikan tadi? Semoga kita bisa bersua di panggung-panggung lainnya.