Menyergap Jimi Multazham di Pameran Plus Sesi Dengar Kilauanlara
Foto: Asyam Ashari

Menyergap Jimi Multazham di Pameran Plus Sesi Dengar Kilauanlara

Jimi Multhazam cerita panjang lebar tentang single dan pameran tunggalnya di Jogja

Jimi Multhazam cerita panjang lebar tentang single dan pameran tunggalnya di Jogja

Jimi Multhazam benar-benar menjadi diri sendiri, seutuhnya, dalam pameran tunggal Kilauanlara di Bolo Space. Tak ada The Upstairs, Morfem, atau Jimi Jazz dalam sosok musisi yang sudah 30 tahun menyelami dunia musik dan rupa itu.

Dia menjadi Jimi yang sebenarnya. Jimi sang penyayang kucing. Yang menyukai punk, James Brown, soul, funk, dan suara-suara kece Dave Navaro. Jimi yang menggilai Ganesh TH, Hans Jaladara, RA Kosasih, sampai Georges Remi (Herge).

Tujuh karya lukis dan 14 drawing on paper di ruang pamer Bolo Space adalah hasil penjelajahannya terhadap rupa dari luar pendidikan formal, Institut Kesenian Jakarta (IKJ), yang sempat ia tempuh. Dari tongkrongan, dari penyewaan komik, tongkrongan, kolektif,  dan lain sebagainya.

Foto: Khafitz Ibnu

Enam gambar itu tidak sekadar respon atau bagian dari artwork single terbaru berjudul Kilauanlara—di mana Jimi menancapkan benderanya sendiri: Jimi Multhazam. Jimi menggeser fondasi fine art yang menekankan estetika dan ekspresi artistik lalu mempertebal fungsi praktisnya.

“Soalnya gue baru pertama kali nih di Jogja menekankan sama konsep artifisial dan komersilnya. Dulu karya-karya yang begini gue bagi-bagi, ya ada yang buat White Shoes, buat ini buat itu,” katanya di tengah talks video dokumenter dan video musik usai pembukaan pameran.

“Kilauanlara” bukan pameran tunggal pertama Jimi. Namun, pameran yang dikilaukan D’Art Management bersama kolektif dengar Dengerin Bareng-bareng (DeBarBar) itu memberinya sudut pandang sekaligus sensasi lain dalam berpameran. Contohnya respon ruang pamer dan ornamen bawaan.

“Waktu masang (karya) D’Art dan Soni (Soni Irawan, perupa Jogja) turun tangan. Mereka kasih pandangan dan informasi baru yang menurut gue ‘eh iya bener juga ya harusnya emang begitu’ dan dari sini gue dapat insight baru,” sambungnya.

Investasi Pengetahuan Masa Depan

Foto: Asyam Ashari

Usai membuka pameran bersama Surya Haninditya (D’Art Management) dan ratusan kawan-kawan di halaman Bolo Space, Jimi dan DeBarBar menggelar sesi dengar dilanjutkan screening film dokumenter dan video musik single Kilauanlara. Dipandu Daniel Nainggolan dan Desta Wasesa, Jimi cerita panjang lebar tentang karya terbaru bersama visualnya.

Dimulai dari musik dan lirik yang dibuat dengan pendekatan yang sedikit berbeda dari The Upstairs dan Morfem sampai alasan diluncurkannya dokumenter dan video musik di waktu bersamaan. Duga dan tanya yang meluncur dari mulut Daniel Nainggolan berhasil menggelantar landskap bermusik Jimi yang lebih personal.

Jimi merasa bebas di album ini. Ia bebas menentukan musikus mana saja yang memainkan setiap pattern dalam kepalanya. Musikalitas ukuran kesekian. Yang penting si musikus bisa menyita ‘hobi’ Jimi yang jarang diketahui orang: kolektor manusia. Disesaki fantasi, haha hihi, dan bongkar pasang riff serta beat sana-sini, single jadi.

Pun video musik dan dokumenternya. Video musik garapan Her Rachman aka Maman itu konseptual. Berisi keinginan atau cita-cita visual masa remaja. Sementara dokumenter bikinan Eriliando Erick menangkup sisi personal Jimi sebagai ayah, perupa, musikus, kolektor manusia, dan penyayang binatang.

“Buat gue, single, video musik sampai dokumenter pembuatan lagu itu adalah investasi masa depan. Gue di studio yang tergolong murah di Jakarta Timur dengan alat-alat yang gak banyak diketahui orang. Besok pasti dibicarakan, ‘eh di dokumenter ini ternyata alatnya gini loh gitu loh’ begitu,” bebernya.

Pameran “Kilauanlara” sendiri masih berlangsung di Bolo Space hingga 9 Juli 2025 mendatang. Rencananya bakal ada banyak aktivasi hingga penutupan. Pameran sendiri didukung penuh oleh BRSK, Jogja Art Weeks, D’Art Management, DeBarBar, Bolo Space, Sonletarian, Subidupap, Teko Su, Koloni Gigs, dan Musikjogja.