Jonotify Membawa Saya Lebih Dekat dengan Tuhan

Jonotify Membawa Saya Lebih Dekat dengan Tuhan

Ya Allah, ora manggung rapopo asalkan aku tetap bisa dekat-dekat denganMu. Bukan dengan musik ya, musik haram.

Ya Allah, ora manggung rapopo asalkan aku tetap bisa dekat-dekat denganMu. Bukan dengan musik ya, musik haram.

Entah terlupakan atau bagaimana, Jono Terbakar semakin jarang pentas. Ada sedihnya, banyak senengnya. Kata orang hidup bagai roda, kadang di atas dan sekali waktu di bawah. Dalam konteks musik, Jono Terbakar rasa-rasanya gak pernah di atas. Cuma nginguk-nginguk ke atas saja.

Oh, ternyata gak mudah menjadi orang terkenal. Banyak uang dari musik, lagunya didengarkan banyak orang lalu di-sing a longin. Gak mudah. Gak. Namun, beda urusannya ketika memburu predikat menjadi orang baik.

Menjadi orang baik ternyata bisa jadi membalikkan semua hal barusan: mengenal, memberi uang untuk musik, menyanyikan lagu teman, dan menjadi pendengar yang baiq, Pidi. Menjadi inkognito dan tetap bermusik, ternyata bisa. Dan ini saya malah temukan dari salah satu proyek Jono Terbakar bernama Jonotify.

Proyek itu awalnya—sampai sekarang—dibangun untuk membantu teman-teman yang bingung akan distribusi digital. Juga untuk kawan-kawan yang tahu caranya tapi malas melakukan sendiri. Membantu tentu dengan biaya, sebab suatu gagasan harus sustain: lahir-batin.

Dari Jonotify ini saya kenal lebih banyak lagi musisi. Lintas genre, dari pop sampai yang sangat tidak populer. Barat-timur Indonesia, ada. Dan yang menarik sebetulnya segmen ini: profesional, semi-profesional, dan murni amatir. Gara-gara jadi tukang upload lagu, saya jadi kenal sama teman-teman yang bikin album dengan 1-4 monthly listener di Spotify. Entah niatnya memang tidak untuk didengarkan publik luas atau memang tidak ada yang mendengarkan.

Namun, justru itu yang menguatkan saya untuk terus bermusik. Saya bukan orang dengan slogan music is my life, tetapi gak bisa dipungkiri kehidupan remaja dan dewasa saya, sebagian besarnya dirusuhi musik dan gejala skenanya. Saya berhutang banyak pada musik yang membawa saya ke banyak silaturahmi—sekaligus permusuhannya hehehe—sehingga saya merasa perlu untuk berterima kasih dan membalasnya dengan cerita, pemikiran, dan tindakan.

Saat menulis tulisan ini, saya baru saja selesai menggungah dan sync tiga lirik dari Banyu Ardhi dan purapurahidup. Kemarin saya mengunggah album baru Anggara dan single dari Serversick. Sebelumnya, mini album t0rch dan Jingle Me-O Indonesia. Seru! Mengunggah musik dan lirik orang artinya memaksa saya harus mendengar banyak musik baru.

Ya Allah, ora manggung rapopo asalkan aku tetap bisa dekat-dekat dengan-Mu. Bukan dengan musik ya, musik haram 😊.