Dead Preacher membawa potongan sejarah—pahit yang melolong tanpa suara—dalam Deds. Tentang Penembakan Misterius (Petrus), teror kelompok berseragam terhadap sipil di pertengahan tahun 80an.
Potongan itu disajikan lewat kendara stoner yang berfusi dengan grunge. Aransemen dibangun, ditatah, kemudian difungsikan agar kemuraman dari teror itu merambat ke pendengar.
Andai lagu ini tidak dilengkapi video lirik yang menampilkan visual berupa tahun-tahun terjadinya genosida di Indonesia, tema ini tidak akan mudah menarik ingatan pendengar. Apalagi mereka yang diasingkan dari potongan sejarah itu.
Sebab, sejarah, dalam konteks musik, adalah tema-tema yang imersif. Yang kerap diceritakan ulang lewat balada ringan macam 1910 dan Celoteh Camar Tolol atau dengan lirik dan judul telanjang macam Petrus Megatruh Soundsystem.
Namun, dikaitkan dengan konteks kekinian, di tengah kabar penulisan ulang sejarah dilengkapi isu penghilangan wacana kekerasan, apa yang dilakukan Dead Preacher adalah bentuk relasi kuasa. Deds, juga merupakan karya yang patut didengar, sekalipun harus mencermatinya dengan bantuan visual.
Leave a Reply