Bleeedrz: Tiga Perkara Ngehe dalam Maxi Single
Bleeedrz (Foto: Yogha Prasiddhamukti)

Bleeedrz: Tiga Perkara Ngehe dalam Maxi Single

Bleeedrz datang dengan cara yang tidak biasa dalam konteks kekinian. Bersiaplah bertanya-tanya.

Bleeedrz datang dengan cara yang tidak biasa dalam konteks kekinian. Bersiaplah bertanya-tanya.

Ngehe. Begitu impresi saya usai membaca rilisan pers lalu mendengar maxi single: ‘Sirna/Sayangnya’ Bleeedrz. ‘Ngehe’ sejauh yang saya tahu adalah kata ekspresif—emotif—untuk mengekspresikan perasaan. Semacam ‘wah’, ‘ah’, atau ‘alhamdulillah’ tetapi baru disepakati di tongkrongan saja.

Konteks untuk band yang namanya dibaca ‘belider’ ini serupa ‘fak, ganteng tenan’ barangkali semacam itulah. Untuk setiap trik yang dipasang, dari teks, musik, hingga sajian visual yang terpajang.

Pertama soal nama personel. “Projek ini diinisiasi oleh warga pendatang yang berdomisili di seputar Bantul raya, R.Ristiani (vokal), R. Triwibowo (gitar), YH. Sagala (drum) dan HM.Setiawan (bass) pada pertengahan tahun 2024,” tulis mereka.

Penyingkatan nama, terutama YH. Sagala (Bable) dan HM. Setiawan tidak menggunakan titik untuk kata nama pertama dan tengah. Kesengajaan ini membawa ingatan ke TAP MPR No. XI/MPR/1998. Itulah satu-satunya TAP yang menyebutkan secara khusus nama HM Soeharto, yang berarti bersifat konkrit individual. Satu-satunya TAP MPR yang menyebut nama orang.

HM sendiri singkatan dari Haji Muhammad, tanpa titik yang ditulis banyak media lalu ditiru banyak orang. Betapa tingginya gelar kultural yang disematkan—yang cenderung menjilat—ke Harto saat itu. Seolah dia jenderal agama islam tertinggi. Sudah haji, Muhammad pula. Syukurlah singkatan tanpa titik itu tidak berlarut-larut. Penulisan nama personel Bleeedrz membawa ingatan itu kembali dan itulah ke-ngehe-an pertama.

Kedua, olahan akor dan melodi vokal yang banyak mendapat pengaruh dari Pop Indonesia lawas—dan album “Shabooh Shoobah” INXS tahun 1982–, dimuaikan dalam ruang eksperimental kemudian dipertajam YH. Sagala di Watchtower Records menjangkau kepekaan yang memaksa pendengar mendekatkan telinga ke sumber suara.

Andai maxi single ini tidak diproduksi dengan semangat eksperimental noise, ‘Sirna/Sayangnya’ hanya menjadi lagu pop rock seperti bikinan Gallery-nya Cindi Fatika Sari, The Jeblogs atau Skandal. Dengan kata lain, maxi single Bleeedrz tak bisa didengar sambil lalu. Sembari bikin kopi buat klien atau sambil rasan-rasan komunitas/kolektif yang kini agaknya berjalan menggunakan gaya organisasi politik.

Maxi single ini datang dengan muatan politis besar. Agar pendengar menyimak benar-benar, setiap lontaran frasa dari mulut R.Ristiani sekaligus menyibak kabut makna. Demikian ngehe nomor dua. Tiga, sajian visual dari R.Triwibowo (sampul) dan foto profil olahan Yogha Prasiddhamukti yang menyesuaikan konsep musik Bleeedrz sehingga maxi single ini tidak tercerai berai dengan gambar dan teks penyusunnya: noise, berkabut, dan ngehe!