Jika menyukai Letto, terutama lagu-lagunya, karena alam penulisnya maka dalam single terbaru ‘Sebening Senja’, Anda akan kembali mendapatkan asupan serupa: misteri, yang melahirkan banyak duga. Dengan kata lain kelok kebebasan interpretasi dalam rancang sirkuit yang mereka tatah lamat-lamat dalam puluhan tahun.
Sama seperti sebagian besar lagu-lagu Letto sebelumnya, ‘Sebening Senja’ yang rilis baru-baru ini ditulis dengan rumus yang sama. Menggunakan sudut pandang orang pertama dan kedua lalu ketika dikaitkan dengan alam penulisnya—dalam hal ini Sabrang Mowo Damar Panuluh aka Noe—selalu melahirkan tanya, duga, dan misteri-misteri lainnya.
Pikiran terus berkecambah ketika frasa ‘serpihan surga’ datang. Tentang apa lagu ini? Untuk siapa lagu ini ditulis. Siapa ‘mu’ siapa ‘ku’ dalam liriknya? Apakah Tuhan? Kekasih?
Dan Letto bungah ketika lagu-lagu mereka menggerakkan pendengar ke banyak area. ‘Sebening Senja’, yang ditulis Noe lalu diaransemen bersama personel lainnya kemudian di-mixing mastering Sasi Kirono ini pun demikian. Siapa aku atau kamu dalam lagu-lagu mereka, termasuk single ini, tak jumud. Tidak membeku dalam satu entitas saja. Pendengar bebas mencairkan lalu menuangkannya ke banyak ruang.
Kebebasan itu diantar lewat aransemen dengan jembatan chord yang eksploratif. Elemen-elemen suara kanan kiri yang membangkitkan sensasi. Masih bisa bersaing dalam konteks niaga musik hari ini sekali pun tak semengkilap ‘Sandaran Hati’ atau ‘Ruang Rindu’.
Namun, peduli setan dengan perniagaan hari ini. Lagu ini sepertinya tidak dirancang untuk itu. Tidak ada niat turunan dalam ‘Sebening Senja’ selain berkarya dan mengedepankan karya itu sendiri. Dan ia pasti punya rezekinya sendiri, sebuah keyakinan yang akrab tetapi sulit dikenali di era sekarang.
Leave a Reply