Kolaborasi Musisi Jogja x Disdikpora Lahirkan Mini Dokumenter Kampung Karangkajen
Tangkapan layar mini dokumenter Karangkajen

Kolaborasi Musisi Jogja x Disdikpora Lahirkan Mini Dokumenter Kampung Karangkajen

Produk kolaborasi antarmusisi di Jogja itu beragam. Nggak cuma lagu atau album.

Produk kolaborasi antarmusisi di Jogja itu beragam. Nggak cuma lagu atau album.

Mini dokumenter “Kampung Karangkajen” satu dari sekian banyak produk hasil kolaborasi para musisi.

Mini dokumenter yang diinisiasi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Yogya bersama Korpri itu mempertemukan Catur ‘Yoyok‘ Kurniawan (Black Stocking, Portelea, Akadama & The Yoyo Connection), Adhie Bona (BUKTU), Tabitha Banu (Relung, Heroic Karaoke), Bable Sagala (Japamantra, Metallic Ass, Risky Summerbe and The Honeythief, SPAD), Guntur Nur Puspito, dan Desta Wasesa dalam penggarapan mini dokumenter sepanjang 10 menit itu.

Konsep mini dokumenter tentang Karangkajen muncul dari kepala Catur Kurniawan dan Adhie Bona. Mereka yang juga tergabung dalam PH Mata Production membagi lalu memampatkan kampung bersejarah itu menjadi tiga bagian: perjuangan, pendidikan, dan seni wastra. Desta Wasesa menggarap pra interview sampai naskah interview lalu menyusun script.

“Ini tentang memori. Sejarah ingatan. Dan saat wawancara kami mendapatkan banyak fakta baru tentang Kampung Karangkajen,” kisah Catur Kurniawan.

Tangkapan layar mini dokumenter

Agresi Militer II Belanda tahun 1949 dihadapi dengan keikhlasan luar biasa dari warga. Sebagian angkat senjata, bergabung dengan laskar-laskar di sekitar. Sebagian lagi menyumbangkan harta benda untuk mereka yang maju ke medan perang. Warga yang hanya punya tenaga mengumpulkan kain mori berwarna putih dan merah, disatukan menjadi bendera-bendera kecil kemudian diserahkan pada pejuang.

Ada lagi fakta tentang warisan turun temurun belajar mengajar gratis sejak zaman dahulu yang berpusat di Masjid Jami. Materi yang diajarkan dari warga untuk warga segala lapisan itu tidak hanya agama saja tetapi juga ilmu pengetahuan dan materi-materi ajar pendidikan formal.

Selain menjadi produser dan sutradara, Catur Kurniawan juga merangkap juru kamera dan editor. Gambar demi gambar yang mereka rekam, baik secara langsung mau pun pustaka mendapat sentuhan artistik dari Adhie Bona. Guntur Nur Puspito melengkapi mood dengan latar musik sedangkan voice over diisi Tabitha Banu di Watchtower Records direkam Bable Sagala.

“Proses produksi memakan waktu satu bulan kurang sedikit lah. Cukup menyenangkan melihat respon warga saat pemutaran perdana di sana. Terima kasih untuk semua pihak yang telah melancarkan proses produksi sampai nonbar,” kata Adhie Bona.